VIVAnews - Tsunami di Mentawai, Sumatera Barat, 25 Oktober 2010, ternyata jauh lebih besar dari yang diperkirakan sebelumnya. Banyaknya korban jiwa dan kerusakan di Pulau Pagai dan Sipora akibat tsunami itu memperlihatkan betapa seriusnya bencana yang terjadi.
Menurut peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Dr Danny Hilman Natawidjaya, besar kecilnya tsunami yang menyertai gempa tidak harus ditentukan lewat besaran skala gempa tersebut. Namun, titik pusat gempa juga ikut menentukan.
"Jadi, tidak mesti getaran besar. Tapi, gempa dengan getaran kecil pun bisa berpotensi tsunami. Jangan berpatokan hanya skala richter-nya," kata Hilman dalam sebuah diskusi di Jakarta.
Dia menjelaskan, pada tsunami Mentawai, titik pusat gempa berada di bawah air, sehingga mengangkat volume air lebih banyak.
Hilman pun membandingkan gempa dengan skala lebih besar, tetapi tidak disertai tsunami. Hal itu disebabkan titik gempa di bawah lempengan, sehingga yang terangkat hanya tanahnya.
Danny mengingatkan, berdasarkan penelitiannya, kawasan Mentawai memang sangat berpotensi gempa. Dia memaparkan, sebelumnya pernah terjadi gempa dan tsunami yang lebih besar pada 1300-an dan 1685 di wilayah itu.
"Tahun ini, ada yang masih perlu diwaspadai. Kami bisa prediksi besarnya, tapi tidak bisa prediksi kapan waktunya. Kapan gempa itu akan muncul, itu pertanyaan susah," katanya. (art)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar