Senin, 31 Oktober 2011

Darah Sintetis Kini Bisa Dibuat dari Beras

Selasa, 01/11/2011 09:03 WIB 

Darah Sintetis Kini Bisa Dibuat dari Beras


img
(Foto: thinkstock)
Jakarta, Beberapa negara mengalami kelangkaan donor darah, sehingga banyak pasien gawat darurat seringkali tidak tertolong. Salah satu komponen darah yang banyak dibutuhkan kini bisa dibuat dari bahan yang sangat berlimpah di Asia, yakni beras.

Terobosan inovatif ini dipelopori oleh Yang He, seorang ilmuwan dari Chinese University. Dari butiran-butiran beras, Yang He berhasil mensintesis komponen darah yang disebut Human Serum Albumin (HSA) yang banyak dibutuhkan untuk pertolongan pertama di unit gawat darurat.

Selain untuk didonorkan, Yang He mengatakan bahwa HSA yang sebenarnya merupakan protein ini juga banyak dibutuhkan oleh industri obat di beberapa negara. Komponen darah yang satu ini berguna dalam pengembangan obat maupun vaksin di laboratorium.

Namun karena belakangan ini donor darah makin langka, Yang He dan rekan-rekannya mengembangkan HSA sintetis dari beras. Dari 1 kg beras, ia berhasil mensintesis kurang lebih 2,75 gram HSA yang struktur kimianya sama persis dengan protein asli dari darah manusia.

"Kelebihannya, karena tidak berasal dari darah asli maka HSA dari beras ini bebas risiko penyakit menular," ungkap Dr Richard J Benjamin dari American National Red Cross saat mengomentari temuan ini, seperti dikutip dariFoxnews, Selasa (1/11/2011).

Efektivitas darah sintetis dari beras ini untuk menggantikan protein dari darah asli telah dibuktikan Yang He dalam sebuah eksperimen dengan tikus. Meski demikian, temuan ini masih harus menunggu beberapa tahun lagi untuk bisa diterapkan pada manusia.

Namun Dr Benjamin mengatakan, temuan ini tidak akan benar-benar mengatasi kelangkaan donor darah karena hanya bsia menggantikan satu komponen darah saja yakni HSA. Dalam praktiknya, komponen darah yang dibutuhkan sangat beragam misalnya trombosit.

(up/ir) 


http://www.detikhealth.com/read/2011/11/01/090312/1757048/763/darah-sintetis-kini-bisa-dibuat-dari-beras?l991101755

Sabtu, 29 Oktober 2011

Aneh Tapi Nyata, Ilmuwan Ciptakan Air Kering


Aneh Tapi Nyata, Ilmuwan Ciptakan Air Kering

Para ilmuwan yakin, dry water bisa digunakan untuk melawan pemanasan global.

KAMIS, 26 AGUSTUS 2010, 16:13 WIB
Elin Yunita Kristanti
VIVAnews - Air selalu identik dengan basah. Meski terlihat sangat kontradiktif, ilmuwan berhasil menciptakan 'air kering' atau dry water.

Rupa 'air kering' ini mirip gula bubuk dan diharapkan akan jadi 'percikan besar' secara komersial.

Tiap partikel dari air ini berisi tetesan air yang dikelilingi lapisan pasir silika. Faktanya, 95 persen dari 'dry water' adalah air 'basah'.

Salah satu keunggulan dari produk ini adalah kemampuannya menyerap gas.

Para ilmuwan yakin, dry water bisa digunakan untuk melawan pemanasan global (global warming). Caranya, dengan menyerap dan menyaring gas rumah kaca -- karbon dioksida (CO2).

Tes membuktikan, air kering ini tiga kali lebih baik dalam hal menyerap CO2 dibandingkan air biasa.

Air kering membuktikan bisa berguna menyimpan metana dan memperluas potensi sumber energi gas alam.

Dr Ben Carter dari University of Liverpool mempresentasikan hasil riset dry water dalam The 240th National Meeting of the American Chemical Society di Boston.

"Tidak ada yang seperti ini. Kami berharap bisa melihat dry water membuat gelombang di masa depan," kata dia, seperti dimuat laman Belfast Telegraph, Kamis 26 Agustus 2010.

Aplikasi lainnya didemonstrasikan oleh tim dengan cara menggunakan dry water sebagai katalisator untuk mempercepat reaksi antara hidrogen dan asam maleat.

Ini menghasilkan asam suksinat, bahan baku utama yang banyak digunakan untuk membuat obat, bahan makanan, dan produk konsumen.

Biasanya hidrogen dan asam maleat harus diaduk secara bersamaan untuk membuat asam suksinat.

Namun, proses ini tak lagi diperlukan jika menggunakan air kering. Ini membuat proses lebih ramah lingkungan dan lebih hemat energi.

"Jika Anda dapat menghapus proses pengadukan, maka kemungkinan Anda membuat penghematan energi yang cukup besar," kata Dr Carter.

Teknologi ini juga dapat diadaptasi untuk menciptakan "emulsi bubuk kering" -- campuran dari dua atau lebih cairan yang tak bisa disatukan -- seperti minyak dan air.

Para peneliti percaya, emulsi kering bisa membuat penyimpanan cairan berbahaya lebih aman dan lebih mudah. (umi)
• VIVAnews

Jumat, 28 Oktober 2011

NASA: Komet 'Tanda Kiamat' Elenin Telah Mati


NASA: Komet 'Tanda Kiamat' Elenin Telah Mati

Komet Elenin selama ini dianggap sebagai Nibiru, yang akan menabrak dan mengguncang Bumi.

JUM'AT, 28 OKTOBER 2011, 11:20 WIB
Elin Yunita Kristanti
VIVAnews - Sebagian orang percaya, kiamat akan datang pada 2012. Konon, sebuah planet bernama Nibiru akan menghantam Bumi dan memusnahkan semua mahluk di dalamnya.

Karena tak ditemukan planet 'nakal' yang mengancam Bumi -- yang bisa memainkan peran sebagai Nibiru -- para penganut teori konspirasi menggantinya dengan sebuah komet. Namanya Elenin yang  melintasi Bumi pada Oktober 2011. Elenin, bagi mereka, adalah Nibiru.

Namun, kabar baik pada penduduk Bumi. Ramalan itu tak akan terbukti. Sebab, Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) menyatakan, alih-alih menubruk Bumi, komet Elenin telah mati. Bahkan, sisa-sisa pecahannya tak akan kembali dalam waktu 12.000 tahun.

NASA mencatat, beberapa bulan belakangan, Elenin berayun melalui bagian dalam tata surya. Komet ini berada dalam jarak terdekatnya dengan Bumi pada 16 Oktober 2011, namun ia tak lagi utuh, hanya berupa 'remah-remah'. Nasib buruk Elenin diduga terjadi September lalu saat ia sangat dekat dengan Matahari.

"Seperti komet yang melintas di dekat matahari, hanya dua  persen dari waktu yang ia tempuh: Elenin pecah," kata Don Yeomans dari program pengamatan obyek dekat Bumi, Jet Propulsion Laboratory NASA, seperti dimuat situs sains, LiveScience, 27 Oktober 2011.

"Nasib sisa-sisa pecahan Elenin seperti halnya pecahan lainnya. Akan membentuk seperti awan, menempuh rute ke luar dari tata surya bagian dalam. Kita tak akan melihat sisa-sisa Elenin di sekitar Bumi, setidaknya hingga 12 milenium."

Yeomans bahkan mengatakan Elenin bukan lagi komet, tapi 'eks komet'. "Salah satu yang bisa segera terlupakan."

Jet Propulsion Laboratory NASA dalam Twitternya juga menulis, "Komet Elenin mati."

Pada 10 September 2011, Elenin melayang dalam jarak 75 juta kilometer dari Matahari, panas sang surya membuatnya hancur berkeping. Pada Bulan Oktober, pecahan tersbeut berjarak 35,4 juta kilometer dari Bumi -- jarak terdekatnya dengan tempat tinggal manusia. Hanya awan pecahan Elenin yang terlihat dari teleskop.

"Komet itu terbuat dari es, debu batu, dan senyawa organik. Diameternya bisa mencapai beberapa mil. Tapi, mereka rapuh dan tak solid, lebih mirip bola debu," kata Yeomans. Tak ada harapan sisa-sisa komet itu kembali menyatu. Sekali pecah, ia hancur selamanya.

Komet Elenin ditemukan oleh astronom, Leonid Elenin dari Lyubertsy, Rusia. Nama lainnya adalah C/2010 X1, saat masih utuh ia berdiameter 2 kilometer.

Yeomans menambahkan, sudah berulang-ulang NASA membantah bahwa Elenin adalah pertanda kiamat. Namun, informasi yang diberikan justru dianggap sebagai upaya NASA menyembunyikan fakta tentang Elenin. "Saya sama sekali tak bisa menebak, bagaimana bisa komet kecil menjadi sensasi internet besar," kata Yeomans. "

Sekali lagi, ramalan kiamat terbukti salah.  (umi)
• VIVAnews

Selasa, 04 Oktober 2011

Asteroid Raksasa Melintas di Dekat Bumi

Rabu, 30/01/2008 05:21 WIB 

Asteroid Raksasa Melintas di Dekat Bumi


Ken Yunita - detikNews

Pasadena 
- Sejumlah astronom melihat satu asteroid besar melintas di dekat bumi pada Selasa 29 Januari 2008. Meski sangat dekat, namun asteroid itu tidak berpeluang menabrak bumi.

Juru bicara NASA di Pasadena, California D.C Agle mengatakan asteroid berdiameter 250 meter itu melintas dalam jarak 538 ribu km dari planet kita.

"Jika benda sebesar itu menabrak bumi, dapat menimbulkan kerusakan regional," kata Agle seperti dilansir AFP, Rabu (30/1/2008).

Seorang astronom senior Steve Asto mengatakan, asteroid ini adalah yang terdekat yang pernah melintas di dekat bumi. Benda itu dapat terlihat dalam langit yang gelap dan terang dengan teleskop.(ken/ken)

Wah! Asteroid Raksasa Memiliki Gunung Lebih Tinggi dari Everest

Selasa, 04/10/2011 19:46 WIB 

Wah! Asteroid Raksasa Memiliki Gunung Lebih Tinggi dari Everest

Nurvita Indarini - detikNews

Foto: NASA/JPL-Caltech/UCLA/MPS/DLR/IDA

Jakarta - Asteroid raksasa itu bernama Vesta. Pesawat luar angkasa NASA yang mengorbit di Vesta menampakkan detail permukaan batu besar di ruang angkasa itu, termasuk sebuah gunung besar yang berkembang hingga lebih tinggi dari gunung tertinggi di Bumi, Everest.

Pesawat ruang angkasa NASA, Dawn, telah mengelilingi Vesta sejak pertengahan Juli 2011, ketika tiba di sabuk asteroid yang mengorbit matahari antara Mars dan Jupiter. Sejauh ini, Dawn telah menampilkan pemandangan mengejutkan dari Vesta. Dalam gambar dari Dawn terlihat sebuah gunung besar di belahan selatan asteroid dan terdapat juga permukaan kawah yang tampak berbeda.

Vesta adalah asteroid dengan luas 330 mil atau 530 kilometer yang merupakan obyek terbesar kedua di sabuk asteroid utama dan asteroid terang di tata surya kita. Demikian dikutip dari space.com, Rabu (4/10/2011).

"Kami belajar banyak hal menakjubkan tentang Vesta, yang kita sebut planet terestrial terkecil," kata Chris Russell, peneliti utama misi Dawn, dalam sebuah pernyataan.

"Seperti Bumi, Mars, Venus dan Merkurius, Vesta memiliki aliran lava basaltik kuno di permukaan dan inti besi besar. Gunung kutub selatan lebih besar dari gunung di Hawaii, gunung terbesar di Bumi, yang diukur dari dasar laut. Gunung itu hampir setinggi gunung di sistem tata surya, gunung perisai Olympus Mons di Mars," imbuhnya.

Olympus Mons adalah gunung di planet Mars yangt memiliki ketinggian 15 mil atau 24 km. Di Bumi, gunung terestrial terbesar adalah Mauna Loa di Hawaii, yang berketinggian hingga 6 mil atau 9 km, termasuk bagian dari gunung yang berada di bawah laut. Sedangkan Gunung Everest adalah gunung tertinggi di atas permukaan laut di Bumi, di mana ketinggiannya 5,5 mil alias 8,85 km.

Dawn juga menunjukkan bahwa permukaan Vesta tampak jauh lebih kasar daripada kebanyakan asteroid di sabuk utama asteroid, yang merupakan wilayah yang luas penuh batu ruang angkasa antara orbit Mars dan Jupiter. Dari usia kawah di Vesta, daerah di belahan selatan diperkirakan jauh lebih muda daripada di utara. Temuan ini dipresentasikan di Planetary Science Congress Eropa 2011 dan divisi Planetary Sciences Joint Meeting di Nantes, Prancis.

Visual Vesta diambil Dawn pada 24 Juli 2011. Gambar tersebut diambil dari jarak sekitar 3.200 mil atau 5.200 km. Dawn memasuki orbit sekitar Vesta pada 15 Juli, dan akan menghabiskan satu tahun untuk mengorbit. Selanjutnya, Dawn akan berjumpa dengan planet kerdil Ceres dan akan mengeksplorasi planet tersebut.

(vit/nwk)

Software untuk Meramal Masa Depan Perusahaan


Software untuk Meramal Masa Depan Perusahaan

Predictive analytics dapat digunakan oleh institusi apapun yang ingin mengembangkan usaha.

SELASA, 4 OKTOBER 2011, 17:25 WIB
Muhammad Firman, Amal Nur Ngazis
Saat ini layanan predictive analytics solution lebih banyak dipakai oleh operator telekomunikasi, finansial, dan asuransi namun dapat digunakan oleh institusi apapun yang ingin mengembangkan usaha. (Ilustrasi)
VIVAnews - Semakin berkembangnya organisasi serta bertambah kompleksnya permasalahan di sebuah perusahaan menjadi tantangan perusahaan untuk mengembangkan bisnisnya.
Untuk memenuhi kebutuhan segmen bisnis, PT Survey Prima Solusi Statindo (SPSS Indonesia) hari ini meluncurkan solusi Purple Analytics dan layanan terbaru mereka untuk pasar Indonesia.

Solusi tersebut merupakan bagian untuk membangun sebuah perusahaan ke depan, dengan memprediksi apakah perusahaan akan mengalami kemajuan atau kemunduran di masa mendatang.

Salah satu solusi yang diluncurkan, yakni predictive analytics, kini kian populer di kalangan manajemen perusahaan, karena layanan ini dapat membantu manajemen dalam menentukan langkah-langkah strategis bisnis.

“Semakin berkembangnya organisasi, proses pengambilan keputusan pun kian kompleks dan rumit. Manajemen saat ini sudah semakin menyadari bahwa mereka membutuhkan pendekatan analitik menggunakan data eksternal maupun internal,” kata Linggawati Sutanto, CEO Purple Analytics Asia Pte. Ltd.

“Kami memberikan solusi prediksi analitik, perusahaan dapat memprediksi apa yang akan terjadi dalam perusahaan di masa depan,” kata Dickie Widjaja, Head of Business Development Purple Analytics Asia Pte. Ltd, dalam perbincangannya pada VIVAnews, 4 Oktober 2011.

Secara teknis analisa menggunakan data perusahaan, kemudian di analisa dengan software SPSS atau prediction software, menyesuaikan dengan kebutuhan sebuah perusahaan. Data yang dianalisa diantaranya data pelanggan, maupun interaksi perusahaan dengan pelanggan. Adapun Predixion software dapat membantu perusahaan mengubah analisa bisnis menjadi predictive analytics.

“Mayoritas perusahaan menengah pasti sudah melakukan sedikit analisa data dengan menggunakan Microsoft Excel. Dengan menggunakan Predixion Insight, perusahaan akan lebih kuat dalam melakukan analisanya, sehingga membantu dalam pengambilan keputusan secara cepat, tepat, dan sederhana,” imbuh David Runacres Head of Asia Pacific Operations at Predixion Software, Inc.

Saat ini layanan predictive analytics solution lebih banyak dipakai oleh operator telekomunikasi, finansial, dan asuransi. Namun untuk saat ini dapat digunakan oleh institusi apapun yang ingin mengembangkan perusahaan.

Sebagai penyedia solusi predictive analytics yang telah berkiprah lebih dari 12 tahun bekerja sama dengan lebih dari 350 perusahaan besar dan kecil, Survey Prima Solusi Statindo telah menggandeng klien-klien ternama antara lain Telkom, Bank Central Asia, dan Adira Finance. (umi)
• VIVAnews