Sabtu, 26 November 2011

Dibantah, Partikel Lebih Cepat dari Cahaya


Dibantah, Partikel Lebih Cepat dari Cahaya

Sebuah eksperimen lain membuktikan teori itu salah.

SENIN, 21 NOVEMBER 2011, 07:52 WIB
Arfi Bambani Amri
VIVAnews - Sekelompok ilmuwan internasional di Italia yang juga mempelajari partikel neutrino menyatakan tak benar ada partikel yang lebih cepat dari cahaya. Mereka membantah penemuan rekan-rekan mereka dari tim OPERA yang membuat penelitian di laboratorium Gran Sasso dan melansirnya pada September lalu.
Tim OPERA menyatakan, mereka merekam neutrino yang dipancarkan dari pusat riset CERN di Swiss datang dalam 60 nanodetik sebelum cahaya tiba. Namun, menurut tim dari ICARUS, penemuan OPERA kemungkinan berdasarkan premis yang salah. 
ICARUS yang juga melakukan eksperimen yang sama di Gran Sasso menyatakan, hasil penelitian mereka membuktikan penemuan OPERA tak benar. Dalam makalah yang diterbitkan Sabtu 19 November 2011, di situs yang sama dengan hasil yang diterbitkan OPERA, ICARUS menyatakan penemuan mereka "membantah sebuah intrepretasi superluminal (lebih cepat dari cahaya) oleh hasil OPERA."
ICARUS beralasan, berdasarkan studi sebelumnya oleh dua fisikawan Amerika Serikat, bahwa neutrino yang dipompakan dari CERN, dekat Jenewa, telah kehilangan sebagian energi mereka jika melakukan perjalanan yang sedikit saja melampaui cahaya. Namun faktanya, kata peneliti dari ICARUS, neutrino yang ditembakkan dalam eksperimen diterima kembali dalam spektrum cahaya yang penuh yang berarti dia berjalan dalam kecepatan cahaya, tak lebih.
Fisikawan Tomasso Dorigo, yang juga bekerja di Organisasi Eropa untuk Riset Nuklir (CERN) dan Fermilab Amerika Serikat dekat Chicago, menyatakan makalah ICARUS "sangat sederhana dan pasti." 
Penemuan "partikel yang lebih cepat dari cahaya" ini menggegerkan dunia fisika karena berdasarkan teori relativitas khusus Albert Einstein yang muncul tahun 1905, tak ada materi yang bisa lebih cepat dari cahaya. Teori ini menjadi jantung dari semua kosmos sains.
Reuters
• VIVAnews

Kamis, 24 November 2011

ITB Pamer Inovasi Cloud Computing

Kamis, 24/11/2011 12:33 WIB 
ITB Pamer Inovasi Cloud Computing 
Ardhi Suryadhi - detikinet

Ilustrasi (Ist.)
Jakarta - Perhelatan Digital Media Festival yang berlangsung di Institut Teknologi Bandung (ITB) tak cuma ingin unjuk gigi soal aplikasi mobile. Namun juga terkait solusi yang identik untuk kalangan entreprise, yakni cloud computing.
Bahkan, Microsoft Innovation Center Institut Teknologi Bandung (MIC-ITB) berkolaborasi dengan Navxore Nextology untuk memamerkan hasil inovasi solusi berbasis komputasi awan tersebut. 

Beberapa solusi yang telah dihasilkan antara lain alternatif pengembangan bekerja pada digital office seperti online meeting, online colaboration, e-learning, online revervation dan multi media corporate information. 

"Aplikasi-aplikasi ini dikembangkan agar bisa diakses lewat berbagai perangkat seperti laptop, komputer tablet dan SmartTV," kata Farid Zulkarnain selaku VP Development Navcore Nextology, dalam keterangannya, Kamis (24/11/2011).

MIC-ITB sendiri coba mendorong pelaku bisnis untuk memanfaatkan layanan cloud computing dalam meningkatkan kinerja dan efisiensi perusahaan. Dengan layanan ini, perusahaan diklaim tidak perlu mengeluarkan biaya untuk membeli perangkat keras maupun perangkat lunak. Perangkat ini sudah disediakan oleh provider sesuai dengan kebutuhan pelanggan. 

"Cloud computing menjadi salah satu solusi terbaik untuk meningkatkan kinerja perusahaan dan efisiensi biaya," kata Ary Setijadi Prihatmanto, MIC-ITB Manager.

Komputasi awan merupakan komputasi berbasis internet. Seluruh sumber daya, informasi, dan perangkat lunak sudah disediakan oleh provider. Pelanggan bisa memanfaatkan layanan cloud computing ini sesuai kebutuhan. 

Alhasil, pengguna dikatakan tidak perlu dibebani lagi dengan biaya investasi pengadaan perangkat keras maupun perangkat lunak seperti yang terjadi selama ini.

Ary dan Farid sepakat bahwa layanan komputasi awan dapat memberikan keuntungan karena menggunakan pusat data dengan kapasitas besar sehingga bisa menyebarkan sumber daya komputasi dengan biaya lebih murah dibanding menggunakan pusat data yang lebih kecil. 

Keuntungan lain yang bisa didapat dari layanan komputasi awan adalah menghemat biaya tenaga kerja dan perawatan aplikasi karena sudah disediakan oleh provider cloud computing. Aplikasi-aplikasi baru juga diklaim lebih mudah dikembangkan melalui layanan ini. 

( ash / fyk ) 


http://www.detikinet.com/read/2011/11/24/125256/1774690/398/itb-pamer-inovasi-cloud-computing/

Cloud Computing Ibarat Penggunaan Air & Listrik

Kamis, 24/11/2011 14:11 WIB 
Cloud Computing Ibarat Penggunaan Air & Listrik 
Ardhi Suryadhi - detikinet

Ilustrasi (Ist.)
Jakarta - Layanan cloud computing dinilai menyerupai layanan listrik dan air bersih dalam kehidupan sehari-hari. Dimana untuk mendapatkan layanan listrik, kita tidak perlu membeli genset, membangun instalasi di rumah, dan membeli peralatan lain. 
Menurut Ary Setijadi Prihatmanto, Manager di Microsoft Innovation Center Institut Teknologi Bandung (MIC-ITB), analogi tersebut dipakai karena untuk mengadopsi layanan komputasi awan, perusahaan tidak perlu mengeluarkan biaya untuk membeli perangkat keras maupun perangkat lunak. Perangkat ini sudah disediakan oleh provider sesuai kebutuhan pelanggan. 

Jadi mirip-mirip dengan layanan air dan listrik. Kita cukup berlangganan kepada PLN secara bulanan dan membayar sesuai kebutuhan dan penggunaan listrik. 

Begitu juga dengan layanan air bersih. Kita tidak perlu membuat sumur, membeli mesin pompa, hingga pipa jaringan untuk mendapatkan air bersih. Cukup berlangganan kepada PDAM, kebutuhan air kita bisa dipenuhi. Setiap bulan kita cukup membayar sejumlah air yang kita gunakan. 

"Begitulah kira-kira cloud computing," tukas Ary, dalam keterangannya, Kamis (24/11/2011). 

Komputasi awan sendiri memiliki tiga segmen layanan, yakni perangkat lunak, platfom, dan infrastruktur dengan tujuan dan produk yang berbeda untuk kepentingan bisnis maupun individu. Layanan pertama, Software as a Service (SaaS) adalah layanan berbasis konsep menyewakan perangkat lunak. 

Dari layanan SaaS, industri dapat bermigrasi ke Platform as a Service (PaaS) yang menawarkan pengembangan platform untuk pengembang (developer). Pengguna layanan ini bisa membuat kode sendiri dan penyedia PaaS mengunggah dan menampilkan di web. 

Layanan PaaS juga menyediakan layanan pengembangan, pengujian, penyebaran, hingga menjadi tuan rumah, dan menjaga aplikasi.

Sedangkan layanan ketiga, Infrastructure as a Service (IaaS) yang memungkinkan pengguna cloud computing membeli infrastruktur sesuai kebutuhannya. 

Ada keuntungan yang bisa didapat dari layanan ketiga ini yakni pengguna hanya membayar layanan sesuai kapasitas yang mereka gunakan. Pengguna tidak perlu membayar mahal untuk membeli layanan yang sesungguhnya kurang banyak digunakan. Pengguna, baik individu maupun perusahaan, hanya membayar apa yang mereka pakai.

( ash / fyk ) 


http://www.detikinet.com/read/2011/11/24/135756/1774774/398/cloud-computing-ibarat-penggunaan-air-listrik/?i991102105

Minggu, 13 November 2011

LIPI Buat Penyimpanan Air untuk Musim Kemarau


LIPI Buat Penyimpanan Air untuk Musim Kemarau

Saat ini, teknologi penyimpanan air buatan tersebut sudah diaplikasikan di sebuah pulau.

SABTU, 12 NOVEMBER 2011, 00:15 WIB
Muhammad Firman, Amal Nur Ngazis
Saat ini teknologi penyimpanan air buatan tersebut sudah diaplikasikan di sebuah pulau kecil di Sulawesi Selatan yakni pulau Kapoposan. (Antara/ Akbar Nugroho Gumay)
VIVAnews - Keterbatasan daya dukung air di kawasan berpenduduk padat dapat menyebabkan kekeringan saat musim kemarau. Belum lagi, masyarakat cenderung hanya ingin mengambil air dari dalam tanah, tanpa melakukan upaya pelestarian sumber air dalam tanah tersebut.

Sebagai langkah antisipasi atas persoalan di atas, peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menemukan solusinya dengan menggunakan teknik penyimpanan air buatan dalam tanah untuk digunakan sebagai cadangan, saat musim kemarau tiba.

Teknik ini dinamakan Artificial Storage and Recharge of Groundwater (ASRG), yang dapat disebut juga dengan Simpanan dan Imbuhan Buatan Air Tanah (SIMBAT). Teknik ini merupakan salah satu aplikasi dari cabang ilmu geofisika dalam mengekplorasi sumber daya kebumian.

Prinsip SIMBAT adalah memasukkan air tawar yang berasal dari air hujan ke dalam aquifer (air dalam tanah). Metode tahanan jenis ini sangat berperan dalam menunjukkan penyebaran lensa aquifer buatan yang berisi air tawar.

“Pemicunya adalah kolam air yang kemudian diinjeksikan ke lapisan aquifer,” kata Edi Prasetyo Utomo, penemu teknologi tersebut yang dikukuhkan sebagai Profesor Riset LIPI di Jakarta, Jumat 11 November 2011.

Dari dalam tanah, Edi menyebutkan, ia kemudian disalurkan ke berbagai arah sesuai radius yang proporsional. “Ini dianggap mampu memberikan kecukupan air yang memadai dalam suatu daerah,” ucapnya. “Untuk kedalaman, injeksi menyesuaikan dengan aquifer".

Untuk injeksi, dibutuhkan air yang besar antara 1.500 hingga 3.500 meter kubik per hari. Setelah diinjeksi, permukaan air dalam tanah dimonitor secara kontinu.

“Nah, nanti air tanah naik, kemudian disalurkan ke dalam radius sesuai sumber daya injeksi,” tutur Edi. “Dengan teknik ini, suatu daerah tidak akan mengalami kekurangan air. Dari sini, akan diketahui, misalnya daerah ini sumber daya airnya melimpah atau tidak”.

Edi menyebutkan, saat ini teknologi itu sudah diaplikasikan di sebuah pulau kecil, yakni Kapoposan, Sulawesi Selatan.

“Daerah pulau kecil sangat tertolong dengan teknik ini, karena hampir sebagian besar pulau-pulau kecil daya dukung airnya sangat sedikit dibandingkan dengan kepadatan penduduk yang tinggi,” kata Edi.
“Pada pulau kecil juga jarang dijumpai sungai permanen atau danau. Metode ini dapat digunakan untuk mengetahui sampai di mana posisi penyebaran air tanah, baik vertikal maupun horizontal setelah dilakukan proses imbuhan buatan,” ujarnya.

Edi menyebutkan, metode ini juga cocok diterapkan untuk perumahan, gedung kantor, danreal estate. Metode ini juga sekaligus berfungsi untuk pengetahuan masyarakat agar tidak hanya mengambil air, tapi dibarengi dengan upaya penyimpanan air. “Jangan hanya ambil saja, kita juga mesti menyimpan air,” tuturnya. (art)
• VIVAnews

Bumi Selamat karena Jupiter Usir Planet Besar


Bumi Selamat karena Jupiter Usir Planet Besar

Tata surya kita kemungkinan telah ‘mengusir’ sebuah planet raksasa saat baru terbentuk.

MINGGU, 13 NOVEMBER 2011, 16:11 WIB
Muhammad Firman
Ilmuwan yakin bahwa tata surya kita kemungkinan telah ‘mengusir’ sebuah planet raksasa saat tata surya baru terbentuk. (astronomynow.com)
VIVAnews - David Nesvorny, peneliti dari Southwest Research Institute menyebutkan, ada kemungkinan bahwa tata surya dahulunya memiliki 5 planet raksasa. Bukan empat planet seperti yang ada saat ini.

Seperti diketahui, saat baru terbentuk, planet-planet yang ada di tata surya belum memiliki orbit yang stabil dan kemungkinan besar Jupiter pernah mendekat ke arah Matahari sebelum kembali ke posisinya.

Tetapi, bagaimana Jupiter bisa berpindah posisi tanpa menyebabkan Bumi bertabrakan dengan Mars atau Venus tidak bisa diketahui. Namun, lewat simulasi komputer, dengan menambahkan sebuah planet raksasa dengan massa serupa dengan planet Uranus atau Neptunus, akhirnya semua masuk logika.

Simulasi komputer menunjukkan, satu buah planet besar telah dikeluarkan dari tata surya oleh Jupiter. Setelah planet raksasa di tata surya tinggal empat buah, Jupiter kemudian bisa berpindah kembali ke posisi awal dan membuat susunan planet-planet tersisa menjadi seperti saat ini tanpa mengganggu planet-planet dalam.

“Kemungkinan bahwa pada awalnya sistem tata surya memiliki lebih dari empat planet raksasa dan kemudian melepaskan beberapa di antaranya tampak dimungkinkan jika melihat temuan sejumlah planet yang bergerak bebas di ruang antar galaksi beberapa waktu terakhir,” kata Nesvorny, seperti dikutip dari Astronomy Now, 13 November 2011.

Nesvorny menyebutkan, temuan-temuan itu mengindikasikan bahwa proses pengusiran planet-planet dari sistem tata surya merupakan hal yang umum terjadi. Temuan ini sendiri dipublikasikan di jurnal The Astrophysical Journal Letters.
Perpindahan posisi planet Jupiter saat sistem tata surya baru lahir sendiri sudah diteliti sejak lama. Menurut pelenliti, salah satu efek sampingnya adalah yang mengakibatkanukuran planet Mars menjadi kerdil dibanding planet-planet tetangganya. (umi)
• VIVAnews

Kisah Unik Wallpaper Windows XP


Kisah Unik Wallpaper Windows XP

"Mungkin foto saya adalah salah satu foto paling dikenal di dunia."

MINGGU, 13 NOVEMBER 2011, 11:08 WIB
Bayu Galih, Indrani Putri
VIVAnews - Para pengguna komputer dengan sistem operasi Microsoft Windows XP, pasti tak asing dengan Bliss, yang merupakan salah satuwallpaper bawaan sistem operasi ini. Ternyata foto hamparan kebun anggur yang hijau di California ini menyimpan cerita seru di baliknya.

Adalah Chuck O'Rear yang mengambil foto ini saat sedang dalam perjalanan dari Napa, California, ke San Fransisco untuk mengunjungi kekasihnya. Pria yang dulunya berprofesi sebagai fotografer untuk majalah National Geographic ini mengaku terkesima dengan keindahan kebun anggur yang dilewatinya sepanjang perjalanan.

"Saya melewati rute yang sama selama berminggu-minggu selama tahun 2002 atau 2003 ketika itu. Namun saya ingat, ketika itu bulan Januari, dan kebun itu hijaunya terlihat sangat bagus sehingga saya memutuskan untuk berhenti dan memotretnya sebelum melanjutkan perjalanan," tutur O'Rear, seperti dikutip dari harian Daily Mail.

Pria yang bekerja selama 25 tahun untuk National Geographic ini begitu terkesima dengan perpaduan hamparan kebun anggur hijau dan langit biru California dengan arak-arakan awan putih. Instingnya untuk mengabadikan momen itu muncul, sementara kebanyakan orang mungkin hanya akan melewati pemandangan itu saja.

Fotografer yang saat ini berusia 69 tahun ini sudah lupa tentang foto yang diambilnya, hingga suatu saat mendapat telepon dari agen foto Corbis yang mengabarkan bahwa Microsoft ingin menginginkan foto aslinya. Sadarlah O'Rear bahwa sesuatu yang luar biasa telah terjadi.

Foto yang diambilnya disebut-sebut menjadi foto kedua dengan lisensi termahal yang dibeli Microsoft, walau ia menolak menyebutkan besaran nominal yang diperolehnya.

O'Rear mengaku sama sekali tak menduga foto karyanya akan dikenal di seluruh dunia. Apalagi dengan jadi wallpaper salah satu sistem operasi tersukses di dunia ini.

"Mungkin foto saya adalah salah satu foto paling dikenal di dunia. Kalau Anda pergi ke sebuah desa di Bangladesh atau bertanya pada seseorang di jalanan Cina, mereka pasti tahu itu foto apa," katanya.

O'Rear sendiri adalah pengguna Mac, komputer buatan Apple, pesaing abadi Microsoft. Jadi ia tidak setiap hari bisa melihat foto karyanya terpajang di komputernya.
• VIVAnews