Tampilkan postingan dengan label Musim Kemarau. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Musim Kemarau. Tampilkan semua postingan

Minggu, 13 November 2011

LIPI Buat Penyimpanan Air untuk Musim Kemarau


LIPI Buat Penyimpanan Air untuk Musim Kemarau

Saat ini, teknologi penyimpanan air buatan tersebut sudah diaplikasikan di sebuah pulau.

SABTU, 12 NOVEMBER 2011, 00:15 WIB
Muhammad Firman, Amal Nur Ngazis
Saat ini teknologi penyimpanan air buatan tersebut sudah diaplikasikan di sebuah pulau kecil di Sulawesi Selatan yakni pulau Kapoposan. (Antara/ Akbar Nugroho Gumay)
VIVAnews - Keterbatasan daya dukung air di kawasan berpenduduk padat dapat menyebabkan kekeringan saat musim kemarau. Belum lagi, masyarakat cenderung hanya ingin mengambil air dari dalam tanah, tanpa melakukan upaya pelestarian sumber air dalam tanah tersebut.

Sebagai langkah antisipasi atas persoalan di atas, peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menemukan solusinya dengan menggunakan teknik penyimpanan air buatan dalam tanah untuk digunakan sebagai cadangan, saat musim kemarau tiba.

Teknik ini dinamakan Artificial Storage and Recharge of Groundwater (ASRG), yang dapat disebut juga dengan Simpanan dan Imbuhan Buatan Air Tanah (SIMBAT). Teknik ini merupakan salah satu aplikasi dari cabang ilmu geofisika dalam mengekplorasi sumber daya kebumian.

Prinsip SIMBAT adalah memasukkan air tawar yang berasal dari air hujan ke dalam aquifer (air dalam tanah). Metode tahanan jenis ini sangat berperan dalam menunjukkan penyebaran lensa aquifer buatan yang berisi air tawar.

“Pemicunya adalah kolam air yang kemudian diinjeksikan ke lapisan aquifer,” kata Edi Prasetyo Utomo, penemu teknologi tersebut yang dikukuhkan sebagai Profesor Riset LIPI di Jakarta, Jumat 11 November 2011.

Dari dalam tanah, Edi menyebutkan, ia kemudian disalurkan ke berbagai arah sesuai radius yang proporsional. “Ini dianggap mampu memberikan kecukupan air yang memadai dalam suatu daerah,” ucapnya. “Untuk kedalaman, injeksi menyesuaikan dengan aquifer".

Untuk injeksi, dibutuhkan air yang besar antara 1.500 hingga 3.500 meter kubik per hari. Setelah diinjeksi, permukaan air dalam tanah dimonitor secara kontinu.

“Nah, nanti air tanah naik, kemudian disalurkan ke dalam radius sesuai sumber daya injeksi,” tutur Edi. “Dengan teknik ini, suatu daerah tidak akan mengalami kekurangan air. Dari sini, akan diketahui, misalnya daerah ini sumber daya airnya melimpah atau tidak”.

Edi menyebutkan, saat ini teknologi itu sudah diaplikasikan di sebuah pulau kecil, yakni Kapoposan, Sulawesi Selatan.

“Daerah pulau kecil sangat tertolong dengan teknik ini, karena hampir sebagian besar pulau-pulau kecil daya dukung airnya sangat sedikit dibandingkan dengan kepadatan penduduk yang tinggi,” kata Edi.
“Pada pulau kecil juga jarang dijumpai sungai permanen atau danau. Metode ini dapat digunakan untuk mengetahui sampai di mana posisi penyebaran air tanah, baik vertikal maupun horizontal setelah dilakukan proses imbuhan buatan,” ujarnya.

Edi menyebutkan, metode ini juga cocok diterapkan untuk perumahan, gedung kantor, danreal estate. Metode ini juga sekaligus berfungsi untuk pengetahuan masyarakat agar tidak hanya mengambil air, tapi dibarengi dengan upaya penyimpanan air. “Jangan hanya ambil saja, kita juga mesti menyimpan air,” tuturnya. (art)
• VIVAnews

Jumat, 02 Juli 2010

Inilah Penyebab Hujan pada Musim Kemarau

Inilah Penyebab Hujan pada Musim Kemarau
Jumat, 18 Juni 2010 | 15:57 WIB
DHONI SETIAWAN
Awan mendung tebal menyelimuti kawasan Jakarta, Rabu (26/5/2010).

JAKARTA, KOMPAS.com — Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika atau BMKG memberi penjelasan mengenai kondisi anomali iklim yang terjadi selama musim kemarau 2010. Meski berada pada musim kemarau, yakni Maret-Agustus 2010, hujan dengan intensitas rendah hingga tinggi masih terjadi di beberapa daerah di Indonesia.

Menurut Kepala BMKG Sri Woro, anomali iklim tersebut tidak terlepas dari sejumlah kondisi faktor pengendali curah hujan di wilayah Indonesia. "Yaitu dengan menghangatnya suhu permukaan laut perairan Indonesia," kata Sri Woro dalam konferensi pers di Gedung BMKG, Jalan Angkasa, Kemayoran, Jakarta Pusat, Jumat (18/6/2010).

Peningkatan suhu permukaan laut inilah yang kemudian menyebabkan terjadinya potensi hujan di sebagian besar wilayah Indonesia.

Berdasarkan pengawasan BMKG terhadap suhu perairan Indonesia selama Juni 2010, di sini terjadi kecenderungan suhu yang hangat. Kondisi inilah yang menambah penguapan dan membentuk awan berpotensi hujan.

Selain faktor suhu permukaan laut, terjadinya hujan pada musim kemarau ini juga dipengaruhi pergerakan El Nino yang cenderung menambah massa uap air dan faktor dipole mode negatif yang menambah massa uap air ke Indonesia bagian barat. "Juga ada pengaruh dari global warming. Pemanasan suhu Bumi ini tidak hilang, tetapi berubah bentuk menjadi energi kinetis dan hujan," tuturnya.

Dengan kondisi demikian, Sri mengatakan, potensi hujan di sebagian besar wilayah Indonesia diprediksi akan terjadi dengan intensitas sedang sampai lebat dan akan tetap terjadi hingga pertengahan Juli 2010.

"Musim kemarau 2010 ini cenderung lebih basah dibanding normalnya. Atau dengan kata lain, kecenderungan musim kemarau 2010 lebih pendek dibanding musim normalnya," papar Sri.

Walau demikian, Sri mengatakan, intensitas hujan tersebut masih tergolong normal. "Khusus untuk Jakarta, pada Juni, Juli, dan Agustus 2010 masih akan terjadi hujan. Tapi intensitasnya rendah dan tidak ekstrem," tandasnya.

Penulis: C11-09 | Editor: wah

http://sains.kompas.com/read/2010/06/18/15574467/Inilah.Penyebab.Hujan.pada.Musim.Kemarau