Jumat, 14 Januari 2011

Gedung Ramah Lingkungan dari Cisco

Gedung Ramah Lingkungan dari Cisco
Indonesia belum punya satupun “green building”. Sistem otomatisasinya belum terintegrasi.
RABU, 22 APRIL 2009, 06:01 WIB
Muhammad Firman, Muhammad Chandrataruna
(Symantec)

VIVAnews - Gedung-gedung pencakar langit di kota-kota besar seperti Jakarta, umumnya telah dilengkapi dengan sistem otomatisasi yang dikenal dengan istilah building automation system (BAS). Sistem ini meliputi banyak varian, seperti misalnya sistem otomatisasi pada lampu, lift, eskalator, akses antar ruang, pemadaman kebakaran, alarm, dan sebagainya. Kesemuanya bekerja secara otomatis, baik dengan alat sensor maupun teknologi sejenisnya. Gedung-gedung perkantoran yang telah disematkan sejumlah sistem otomatisasi ini biasanya dikenal dengan istilah intelligent building.

Cisco Systems hari ini memperkenalkan penyempurnaan sistem tersebut dengan mengintegrasikan seluruh sistem otomatisasi dalam sebuah sistem terintegrasi. Teknologi yang dibesut Cisco Connected Real Estate ini bermotif sama dengan BAS, yakni berbasis efisiensi. Cisco menyuguhkan solusi dengan mengintegrasikan BAS dan TI yang mana teknologinya berbasiskan IP (internet protocol) untuk membangun sebuah gedung ramah lingkungan atau “green building”.

“IP telah menjadi standar untuk berkomunikasi dewasa ini. Dengan connected real-estate, pengembang properti berpotensi memperoleh lubang pendapatan baru, sekitar US$ 0,25-1 per sqf per tahun,” kata Thierry Martens, VP Connected Real Estate Service Cisco Systems di sela media briefing Cisco di Oakwood, Jakarta, Selasa 21 April 2009.

Solusi Cisco terbaru ini, menurut Martens, memang memakan biaya investasi awal yang besar. Menyoal jumlahnya, Martens bilang relatif. “Dengan varian sistem otomatisasi yang beragam, kebutuhan para developer berbeda-beda. Selain faktor lingkungan, mereka juga perlu penyesuaian dengan kebutuhan segmennya. Masterplan ini kan melibatkan banyak pihak, misalnya arsitek, prime developer, dan calon tenant,” ucap Martens.

Hal senada juga disebutkan Anton Sitorus, Senior Manager Research PT Jones Lang Lasalle, perusahaan konsultan properti berskala internasional. “Meskipun memakan biaya investasi yang besar, lambat laun trennya pasti ke arah ramah lingkungan,” kata Anton. “Untuk saat ini, segmen yang disasar memang level menengah ke atas, mereka yang concern dengan isu hemat energi, 'green', dan ramah lingkungan,” ucapnya.

Dalam pemasarannya di Indonesia, Cisco memang akan menempuh jalur kooperatif, yakni menjalin kerja sama dengan pengembang properti di Tanah Air. “Kami mempercayakan semuanya kepada developer selaku implementor sistem kami. Baik arsitektur maupun desain gedung semua tergantung developer. Hal itu bisa didiskusikan dan menghasilkan banyak pilihan,” kata Martens yang tidak menyebutkan mitra properti Cisco sementara ini selain Jones Lang Lasalle.

Sampai saat ini, menurut Anton, Indonesia belum memiliki satu “green building” pun. “Sejauh ini baru rencana antisipasi ke arah sana. Sistem (otomatisasi)-nya masih sendiri-sendiri, belum terintegrasi,” ucapnya. Namun demikian, Martens optimistis potensi pasar untuk sistem terbaru Cisco cukup besar di Indonesia. “Pertumbuhan ekonomi di sini baik. Itu sebabnya kami tertarik untuk menggarap pasar Indonesia yang saya kira cukup potensial,” ucap Martens.

• VIVAnews

Tidak ada komentar:

Posting Komentar