Jumat, 28/01/2011, 10:55 WIB
dok/b8 |
Fisikawan Universitas Diponegoro Semarang Dr M. Nur menilai "crop circle" yang terlihat di Sleman, D.I. Yogyakarta adalah murni fenomena alam.
"Fenomena `crop circle` itu sudah terlihat sejak 1687 di berbagai negara di belahan dunia," katanya di Semarang, Selasa, menanggapi fenomena "crop circle" yang muncul di Sleman.
Ia meyakini bahwa "crop circle" yang muncul di Sleman tersebut bukan buatan manusia maupun jejak "unidentified flying object" (UFO), namun murni suatu fenomena alam.
Tidak mungkin, kata dia, jika "crop circle" itu dibuat manusia, sebab polanya sangat rapi, bentuknya amat teratur, apalagi kemunculannya sangatlah tiba-tiba dan cepat.
Menurut dia, kalau "crop circle" itu buatan manusia, tentunya tidak mungkin sanggup mengerjakan sampai serapi itu, apalagi sanggup mengerjakan dalam waktu yang cukup singkat.
"Kan tidak ada orang yang tahu, tahu-tahu sudah ada (crop circle, red.). Saya meyakini itu hanya fenomena alam akibat intervensi ion yang disebut `elektro hidro dinamik`," katanya.
Fisikawan yang telah enam tahun bergelut dengan ilmu fisika plasma itu menjelaskan fenomena "crop circle" disebabkan tertariknya ion-ion positif yang ada di awan ke bumi.
"Awan kan mengandung ion-ion negatif sedangkan bumi bermuatan negatif, suatu ketika bisa saja ion-ion itu tertarik ke bumi dan saling terintervensi membentuk pola," katanya.
Biasanya, kata dia, pola yang terbentuk akibat intervensi ion yang sering disebut "angin ion" itu lingkaran, karena pergerakannya cenderung berbentuk spiral dan berputar-putar.
"Dalam waktu singkat, pola `crop circle` itu bisa terbentuk. Karena itu, mustahil kalau dibuat manusia, apalagi saya semakin yakin karena saat itu tengah hujan disertai angin," katanya.
Ia mengatakan "crop circle" itu bisa terjadi di mana saja, namun polanya akan terlihat jika mengenai bidang datar yang lunak, misalnya di semak belukar, ladang gandum, dan sawah.
"Apakah di atap rumah (genting, red.) dan pepohonan tidak bisa terkena? Bisa saja, namun pola yang terbentuk tidak akan terlihat karena bidangnya tidak datar dan cenderung keras," katanya.
Nur menambahkan kejadian "crop circle" ini bisa terjadi di wilayah manapun, namun lebih sering terjadi di negara beriklim subtropik dengan membentuk berbagai pola yang kompleks.
Rencananya, Dekan Fakultas Matematika dan IPA (FMIPA) Undip itu akan mengajak dan mengumpulkan para ilmuwan untuk mendiskusikan fenomena "crop circle" itu secara lebih lanjut.(Ant/Fje)
"Fenomena `crop circle` itu sudah terlihat sejak 1687 di berbagai negara di belahan dunia," katanya di Semarang, Selasa, menanggapi fenomena "crop circle" yang muncul di Sleman.
Ia meyakini bahwa "crop circle" yang muncul di Sleman tersebut bukan buatan manusia maupun jejak "unidentified flying object" (UFO), namun murni suatu fenomena alam.
Tidak mungkin, kata dia, jika "crop circle" itu dibuat manusia, sebab polanya sangat rapi, bentuknya amat teratur, apalagi kemunculannya sangatlah tiba-tiba dan cepat.
Menurut dia, kalau "crop circle" itu buatan manusia, tentunya tidak mungkin sanggup mengerjakan sampai serapi itu, apalagi sanggup mengerjakan dalam waktu yang cukup singkat.
"Kan tidak ada orang yang tahu, tahu-tahu sudah ada (crop circle, red.). Saya meyakini itu hanya fenomena alam akibat intervensi ion yang disebut `elektro hidro dinamik`," katanya.
Fisikawan yang telah enam tahun bergelut dengan ilmu fisika plasma itu menjelaskan fenomena "crop circle" disebabkan tertariknya ion-ion positif yang ada di awan ke bumi.
"Awan kan mengandung ion-ion negatif sedangkan bumi bermuatan negatif, suatu ketika bisa saja ion-ion itu tertarik ke bumi dan saling terintervensi membentuk pola," katanya.
Biasanya, kata dia, pola yang terbentuk akibat intervensi ion yang sering disebut "angin ion" itu lingkaran, karena pergerakannya cenderung berbentuk spiral dan berputar-putar.
"Dalam waktu singkat, pola `crop circle` itu bisa terbentuk. Karena itu, mustahil kalau dibuat manusia, apalagi saya semakin yakin karena saat itu tengah hujan disertai angin," katanya.
Ia mengatakan "crop circle" itu bisa terjadi di mana saja, namun polanya akan terlihat jika mengenai bidang datar yang lunak, misalnya di semak belukar, ladang gandum, dan sawah.
"Apakah di atap rumah (genting, red.) dan pepohonan tidak bisa terkena? Bisa saja, namun pola yang terbentuk tidak akan terlihat karena bidangnya tidak datar dan cenderung keras," katanya.
Nur menambahkan kejadian "crop circle" ini bisa terjadi di wilayah manapun, namun lebih sering terjadi di negara beriklim subtropik dengan membentuk berbagai pola yang kompleks.
Rencananya, Dekan Fakultas Matematika dan IPA (FMIPA) Undip itu akan mengajak dan mengumpulkan para ilmuwan untuk mendiskusikan fenomena "crop circle" itu secara lebih lanjut.(Ant/Fje)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar