Minggu, 14 November 2010

Terjawab, Misteri Hobbit di Flores

Terjawab, Misteri Hobbit di Flores
Fosil kerangka itu lebih kecil dari manusia purba pada umumnya. Pulau Flores adalah kunci.
SENIN, 28 JUNI 2010, 12:03 WIB
Elin Yunita Kristanti

VIVAnews - Fosil kerangka kecil 'hobit' yang ditemukan di Liang Bua, sebuah gua kapur di Flores, tahun 2003 lalu terus jadi misteri dalam dunia arkeologi, apakah itu fosil anak kecil, atau manusia abnormal?

Fosil wanita purba yang diperkirakan berusia 18.000 tahun itu jauh lebih kecil dari ukuran manusia purba lainnya. Arkeolog terkemuka menasbihkan fosil itu sebagai nenek moyang baru manusia, Homo florensiesis -- yang disama-samakan dalam tokoh kerdil dalam film 'Lord of The Ring', Frodo Baggins -- dan mendapat julukan 'hobbit'.

Seperti dimuat Discovery.com, penelitian terbaru yang dimuat dalam Jurnal Boogeography yang dipimpin Hanneke Meijer dari Pusat Penelitian Biodiversiti Belanda, menyajikan alternatif jawaban.

Catatan arkeologi menunjukkan, spesies nenek moyang manusia, homo erectus datang ke Flores, Nusa Tenggara Timur, pada masa pertengan jaman Pleistocene -- antara 781.000 dan 126.000 tahun lalu.

Homo floresiensis tidak tampak di masa-masa akhir periode Pleistocene, antara 126.000 dan 12.000 tahun lalu.

Meijer yakin setelah masa isolasi Pulau Flores, homo erectus beradaptasi dan berkembang menjadi hobbit, meski banyak arkeolog tak sepakat bahwa manusia purba dari Flores yang berbadan dan berotak kecil itu adalah metamorfosa dari homo erectus.

Kunci untuk memahami hobbit Flores, kata Meijer, adalah dengan mempersempit lingkup cara pandang, yakni fokus pada lingkungannya di Flores.

Dia menjelaskan, di Flores, menurut data fosil, beberapa penduduk pulau, termasuk reptil dan mamalia, memiliki pengalaman pengkerdilan (dwarfism) atau menjadi raksasa (gigantism).

Fakta menunjukan, bahwa kasus-kasus yang terjadi pada hewan yang terisolasi akan mengalami perubahan besar tubuh secara drastis -- karena perubahan pemangsaan atau sumber makanan.

Alih-alih melihat mundur, arkeolog harus melihat fenomena di Flores sebagai contoh adaptasi evolusioner.

• VIVAnews

Tidak ada komentar:

Posting Komentar