Penulis ikut merasa prihatin dan berduka sedalam-dalamnya atas kejadian tersebut. Apa mau dikata, serangan terorisme masih menjadi ancaman amat nyata bagi kita di Indonesia.
Serangan bom sering kali, atau bahkan mungkin selalu, menjadikan gedung sebagai sasaran. Tentu saja dengan maksud membahayakan hingga membunuh sebanyak mungkin penghuni gedung sasaran. Semua sasaran serangan terorisme akhir-akhir ini di Indonesia adalah gedung publik komersial yang dipadati pengunjung. Akibatnya memang sangat fatal, yaitu korban jiwa dan luka-luka.
Mengingat begitu banyaknya serangan bom yang menimpa gedung, bagaimana desain bangunan menanggapi hal tersebut?
Tanggapan dalam bentuk desain adalah upaya-upaya meminimalkan kemungkinan suatu gedung menjadi sasaran serangan bom serta mengurangi dampak kerusakan dan bahaya terhadap penghuni akibat ledakan. Desain sendiri tidak bisa mencegah suatu bangunan menjadi sasaran serangan. Desain adalah bentuk pertahanan pasif.
Amerika Serikat, terutama sejak serangan 9/11, telah menetapkan standar antiterorisme pada gedung federal yang dianggap sasaran utama serangan teroris. Berat atau ringannya standar yang diterapkan disesuaikan dengan sensitivitas gedung federal tersebut. Standar antiterorisme adalah syarat mutlak suatu gedung federal.
Pada kasus kita di Indonesia, selama ini serangan teroris dalam bentuk bom hampir selalu menimpa gedung umum komersial, terutama yang dianggap melayani banyak orang asing. Apakah kita harus menetapkan standar antiterorisme pada gedung umum komersial demi mengurangi bahaya akibat ledakan?
Rasanya hal ini tidak mungkin dilakukan, mengingat begitu luasnya cakupan dan biaya yang harus dikeluarkan untuk hal ini. Apalagi dalam kasus serangan terakhir ledakan berasal dari dalam gedung dan tidak ada yang bisa dilakukan pada desain untuk benar-benar mencegah bahan peledak masuk ke gedung bersama pelakunya.
Meski demikian, ada beberapa hal yang bisa diterapkan bersamaan dan bisa menjadi pertimbangan desain bagi pihak-pihak terkait.
Pertama adalah jarak bebas dan ruang terbuka sekeliling bangunan.
Jarak bebas adalah jarak minimal antara gedung dengan jalan kendaraan bermotor dan parkir. Dengan demikian, gedung memiliki daerah penyangga untuk meminimalkan serangan dari kendaraan bermotor. Penempatan daerah servis, seperti bak sampah, juga harus dipertimbangkan jaraknya terhadap bangunan.
Hampir pasti setiap gedung memerlukan area turun-naik penumpang (
Ruang terbuka di sekeliling gedung dimaksudkan untuk menghindari atau meminimalkan adanya obyek yang dapat dijadikan tempat menyembunyikan bom. Obyek yang dimaksud bisa berupa lanskap dan fiturnya, peralatan mekanis-elektris pendukung gedung, dan bak sampah.
Kedua, mencegah keruntuhan struktur secara beruntun.
Struktur bangunan, terutama untuk gedung berlantai lebih dari tiga, dirancang sedemikian rupa sehingga apabila terjadi kegagalan struktur pada suatu area akibat ledakan bom tidak akan merembet ke bagian struktur yang lain. Dengan demikian, kegagalan struktur secara total pada seluruh gedung dapat dihindari.
Ketiga, hindari membuat bagian gedung terhuni dalam bentuk kantilever (bagian gedung yang pendukungnya hanya pada satu ujungnya-
Ledakan bom memberikan gaya angkat terhadap kantilever yang pada akhirnya dapat mengakibatkan kerusakan fatal pada bagian gedung tersebut.
Pertimbangan keempat yang dapat menjadi pertimbangan adalah perkuatan rangka eksterior, seperti pintu, jendela,
Pada suatu ledakan bom, sering kali yang menjadi bahaya bagi manusia adalah serpihan bagian gedung yang beterbangan akibat tekanan ledakan. Rangka pintu dan jendela dapat terlepas dan menjadi proyektil yang amat berbahaya. Demikian juga pecahan kaca yang beterbangan.
Rangka-rangka eksterior dapat diperkuat sehingga tidak terlepas saat terjadi ledakan. Kaca bisa dilapisi satu lapisan khusus yang menjaga agar pecahan kaca tidak beterbangan. Cara lain yang lebih ekonomis bisa dilakukan dengan memasang tirai khusus di belakang jendela/kaca yang menahan pecahan kaca agar tidak terbang ke dalam bangunan.
Perabotan interior juga dapat menjadi proyektil saat terjadi ledakan. Tetapi, hampir tidak ada yang bisa dilakukan untuk meminimalkan dampak bahaya dari perabotan/interior apabila ledakan terjadi di dalam gedung.
Kelima adalah mengamankan akses gedung melalui area servis.
Akses ke dalam gedung, seperti atap, ruang mesin lift, dan masukan udara, harus diamankan untuk mencegah penyusupan.
Sekali lagi, desain tidak dapat mencegah suatu gedung menjadi sasaran serangan teroris berbentuk bom. Yang dapat dilakukan adalah meminimalkan dampak apabila serangan terjadi.
Penerapan langkah-langkah di atas memerlukan biaya cukup signifikan. Namun, mengingat sudah sekian sering terjadi serangan bom oleh teroris di Indonesia, ada baiknya pihak pemilik gedung, baik yang sudah ada maupun yang akan dibangun, mulai memikirkan faktor antiterorisme pada desain. (Dony I Pasaribu
Sumber : Kompas Cetak