Kamis, 28 Oktober 2010

Jika Lama Tidak Erupsi, Merapi Malah Menakutkan

Jumat, 29/10/2010 08:29 WIB
Jika Lama Tidak Erupsi, Merapi Malah Menakutkan foto
Nurvita Indarini - detikNews




Jakarta - Pada 2006 lalu, Gunung Merapi meletus dengan menelan 2 korban jiwa. 4 Tahun kemudian, erupsi kembali terjadi dengan lebih cepat dan lebih besar sehingga menewaskan lebih 30 orang. Merapi memang perlu sering bererupsi untuk melepaskan energinya, bila dia lama tidak meletus malah menakutkan.

Pada dasarnya suatu gunung yang sering mengalami erupsi tidak banyak mengeluarkan material dibanding gunung yang jarang erupsi. "Semakin sering volume dikeluarkan maka semakin jarang materialnya. Makanya kalau Gunung Merapi sudah 10 tahun tidak erupsi malah ngeri, karena nanti akan ada material yang lebih besar lagi yang keluar," terang vulkanolog Dr Eko Teguh Paripurno kepada detikcom, Kamis (28/10/2010).

Erupsi Gunung Merapi terjadi karena guguran kubah lava akibat ketidakseimbangan. Ketidakseimbangan itu relatif konstan pada volume tertentu. Seperti halnya sebuah gelas yang tidak akan mampu menampung air apabila telah terisi penuh, sebab ada masa ketika suatu wadah tidak bisa ditambah lagi.

"Ada kecepatan pengisian kubah dan kubah itu akan terbentuk pada waktu tertentu. Titik keseimbangan ini tercapai pada 5-6 tahun, sehingga setelah itu ada guguran lagi," sambung pria berkacamata ini.

Titik kematangan magma di gunung yang satu berbeda dengan gunung yang lain. Hal ini dikarenakan kandungan kimianya yang berbeda. Akumulasi energi dan kandungan material yang ada di dalam perut Gunung Merapi membuatnya butuh waktu sekitar 5 tahun untuk mencapai kematangan.

Berdasar situs ESDM, dari 129 gunung api yang ada di wilayah Indonesia, Gunung Merapi termasuk yang paling aktif. Gunung ini memiliki tipe Strato-volcano dan secara petrologi magma Merapi bersifat andesit-basaltik.

Dinamika erupsi Merapi umumnya didahului pertumbuhan kubah lava diikuti guguran awan panas, guguran lava pijar dan jatuhan piroklastik. Bahaya utama yang mengancam sekitar 40.000 jiwa yang tinggal di sekitar Merapi yang merupakan kawasan rawan bencana adalah pyroclastic flow atau aliran awan panas di samping bahaya sekunder lahar yang dapat terjadi pada musim hujan. Dalam 100 tahun terakhir ini rata-rata terjadi sekali erupsi dalam 2-5 tahun.

Di luar ancaman bencana yang sewaktu-waktu bisa terjadi, Merapi memiliki aspek sosial dan ekonomis yang penting bagi kemajuan wilayah sekitarnya. Material erupsi Merapi seperti pasir dan batu menjadi penunjang pembangunan di Yogyakarta dan Jawa Tengah. Demikian juga halnya dengan produk pertanian yang dihasilkan di lereng Merapi dan majunya perkembangan wisata yang mendukung tumbuhnya ekonomi setempat.


(vit/nrl)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar