Tampilkan postingan dengan label Sapi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sapi. Tampilkan semua postingan

Rabu, 07 September 2011

'Jubah' Kamuflase, Ubah Tank Jadi Sapi


'Jubah' Kamuflase, Ubah Tank Jadi Sapi

Musuh pun bakal mengira tank bersenjata lengkap itu mobil, atau bahkan sapi.

SENIN, 5 SEPTEMBER 2011, 11:01 WIB
Elin Yunita Kristanti
VIVAnews -- Jubah ajaib yang bisa membuat orang bisa menghilang dalam Film Harry Potter menjadi inspirasi para ilmuwan militer. Para ahli teknologi militer kini telah mendisain 'jubah' kamuflase tembus pandang yang melindungi tank dari radar pendeteksi panas milik musuh.

Tak hanya itu, teknologi baru ini bisa memindai gedung-gedung atau tanah lapang, lalu mereproduksi pola panas dan dingin-nya pada panel yang terletak di lambung kendaraan militer.

Lalu, sebuah gambar inframerah dihasilkan -- memungkinkan mesin tersebut menyatu dengan lingkungannya. Musuh pun bakal mengira tank bersenjata lengkap itu mobil, atau bahkan sapi.

Perangkat kamuflase ini sedang dikembangkan oleh ilmuwan BAE System di Swedia. Uji coba perangkat ini akan dilakukan dalam dua tahun mendatang. Penelitian tentang perangkat ini, yang disebut juga Adaptiv juga telah disampaikan pada Kementerian Pertahanan Inggris.

Bagaimana bisa kendaraan tempur dikamuflase?
Jangan bayangkan bentuknya mirip jubah Harry Potter. Kunci dari teknologi ini ada pada pada plat logam heksagonal-- ukurannya kira-kira sebesar tangan -- yang bisa dipanaskan atau didinginkan dalam sekejap.

Plat ini dapat digunakan untuk menyembunyikan bangunan, kapal, atau helikopter yang terbang rendah. Sekitar 1.000 plat dibutuhkan untuk menutupi sebuah tank kecil.

Direktur proyek, Peter Sjolund kepada The Sunday Times mengatakan, sistem plat tersebut bekerja seperti layar televisi termal. "Ini juga membawa koleksi gambar. Dalam lingkungan perkotaan, kita bisa mengubah penampakannya menjadi mobil. Atau di pelabuhan, tank bisa terlihat seperti kontainer," kata dia.

Sjolund menambahkan, jika gambar yang ada dalam koleksi tidak cocok dengan lingkungan sekitar, sistem ini memungkinkan penggunanya mengambil gambar dari lingkungan sekitarnya dan lantas memakainya.

Ditemui terpisah, Profesor Sir John Pendry dari Imperial College mengatakan efek dari produk ini tergantung pada di mana posisi musuh berada. Sebab, sudut yang berbeda bisa membuat penyamaran meyakinkan, atau justru tak sempurna. Pengembangan lebih lanjut diperlukan untuk membuat temuan ini makin sempurna. (Daily Mail)
 • VIVAnews

Kamis, 11 November 2010

"Burger" Khusus untuk Sapi Korban Merapi

"Burger" Khusus untuk Sapi Korban Merapi
65 Ribu ekor sapi di sekitar Merapi terancam kekurangan pangan. Solusinya muncul: burger.
KAMIS, 11 NOVEMBER 2010, 08:33 WIB
Arfi Bambani Amri

VIVAnews - Bukan hanya manusia yang terancam nyawanya oleh Gunung Merapi di Jawa Tengah-Daerah Istimewa Yogyakarta. Setidaknya, 65 ribu ekor sapi di empat kabupaten, Magelang, Sleman, Klaten, dan Boyolali kini terancam kekurangan pakan dan harus turut serta diungsikan akibat bencana letusan Merapi.

Mengatasi ancaman kekurangan pakan ternak ini, tim peneliti dari Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada berhasil mengembangkan ‘burger’ siap saji untuk sapi-sapi korban Merapi. Para peneliti UGM ini membuat semacam ‘burger’ pakan sapi siap saji dengan bahan baku utama jerami padi (70 %), dedak gandum atau polard (20 %), molase dan larutan mikrobia (10%) untuk membantu proses fermantasi.

"Burger pakan sapi ini merupakan campuran dari berbagai bahan yang diramu sehingga kandungan nutrisinya mencukupi kebutuhan ternak dan tidak perlu tambahan bahan pakan lain termasuk hijauan kecuali air minum," kata Prof. Dr. Ali Agus, D.E,A, salah seorang anggota tim peneliti, dilansir laman UGM.

Dosen Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan UGM ini menjelaskan, pemilihan bahan pakan utama berasal dari jerami ini dikarenakan harganya relatif murah dan masih mudah didapat. Bahkan untuk proses fermentasinya saja hanya berlangsung 24 jam (1 hari), sehingga relatif cepat bila dibandingkan teknologi pembuatan pakan silase hijauan yang memerlukan waktu 3 minggu.

Proses fermentasi complete feed alias burger pakan sapi akan berhasil, ditandai dengan aroma yang harum dan tekstur tidak berubah atau masih seperti semula serta tidak timbul jamur. Teknik pembuatannya pun cukup mudah.

Setelah bahan jerami padi dan polard dicampur secara merata kemudian moleases (tetes gula tebu) yang telah dicampur dengan larutan mikroba disiramkan di atasnya secara merata. Kemudian bahan campuran tersebut, dimasukkan dalam plastik ukuran 25-30 kg dan ditali rapat. "Pakan ini dapat disimpan hingga 6 bulan."

Burger pakan sapi ini kini sudah didistribusikan sekitar 2 ton ke lokasi penampungan sapai perah di lapangan Tlogo Adi, Mlati Sleman. Berdasarkan pengamanatan, kata Ali Agus, ternak sapi yang diberi pakan ini cukup disukai ternak. "Kami optimistis apabila teknologi ini diadopsi akan dapat mengurangi masalah kerawanan pakan selaman masa krisis Merapi berlangsung. Tiap hari kini diproduksi sekitar 2 ton pakan burger ini," katanya.

Produksi pakan siap saji ini bisa ditingkatkan secara signifikan. Langkah yang perlu dilakukan dengan melakukan alih teknologi ini kepada peternak dan proses pembuatannya pun bisa dilakukan di lokasi dekat penampungan ternak. "Sambil memberikan aktifitas peternak yang juga pengungsi agar tidak jenuh," ujarnya.

Temuan dari tim peneliti Fakultas Peternakan UGM ini merupakan sebuah solusi untuk mengatasi ancaman kekurangan pakan ternak korban bencana Mencari. Apalagi untuk memenuhi kebutuhan pakan memang tidak mudah. Untuk memenuhi kebutuhan 65 ribuan ekor sapi saja, minimal diperlukan hijauan 1.300 ton/hari apabila setiap ekor membutuhkan rata-rata 20 kg/ekor/hari. Demikian juga untuk kebutuhan pakan konsentrat, apabila setiap ekor rata-rata 5 kg/ekor/ hari, maka diperlukan pakan konsentrat sebanyak 325 ton/hari.

• VIVAnews

Minggu, 16 Agustus 2009

Bioelektrik Desa

LIPI Rintis Bioelektrik di Desa Giri Mekar
Kotoran sapi yang dicampur dengan air dimasukkan ke dalam digester, semacam septi tank. Setelah kurang lebih 1 bulan, biogas sudah dihasilkan dan siap dipakai untuk bahan bakar kompor dan bioelektrik.

JUMAT, 14 AGUSTUS 2009 | 19:42 WIB

BANDUNG, KOMPAS.com — Indonesia sudah lama mengenal pemanfaatan biogas untuk memasak. Namun, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bandung mengembangkan biogas yang dikonversi ke energi listrik yang bernama bioelektrik.

"Kami buat ini karena prihatin dengan krisis energi secara global. Selain itu, Indonesia menargetkan tahun 2025 sudah tercipta energi mix dan sudah memakai 30 persen energi terbarukan," kata Aep Saepudin, Kepala Sub Bidang Sarana Rekayasa Tenaga Listrik dan Mekatronik (Telimek) LIPI Bandung, di Bandung, Jawa Barat (14/8).

Sejak 2008, ucap Aep, LIPI sudah melakukan penelitian bioelektrik. Tempat yang dipakai untuk percontohan adalah di Desa Giri Mekar, Kecamatan Cirengkrang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

Bahan baku energi yang dipakai adalah kotoran sapi. "Daerah sini dominan adalah peternak sapi," kata Aep singkat. Kecamatan Cilengkarang, menurut Marlan, Camat Cilengkrang, memiliki enam desa. Di pedesaan yang sebagian besar penduduknya peternak, memiliki 2.000 ekor sapi yang menghasilkan 300 ton kotoran tiap harinya.

"Selama ini kotorannya dibuang begitu saja. Kalau ke sana udaranya memang bau," tuturnya. Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa bioelektrik berbasis kotoran sapi ini sangat relevan karena berdasarkan data 2007, sampai saat ini masih ada 1.500 kepala keluarga dari 11.000 kepala keluarga yang belum bisa menikmati listrik.

"Sebagian besar mereka itu sudah memanfaatkan listrik dengan cara menyambung listrik ke tetangganya yang punya," katanya.

Dengan memanfaatkan biolektrik, Aep melanjutkan, masyarakat bisa mendapatkan energi 700 watt dari tiga ekor sapi. Selain itu, mereka bisa menghemat penggunaan bahan bakar minyak atau gas untuk memasak dan solar sampai 70 persen.

"Biogas yang dihasilkan bisa dimanfaatkan untuk memasak, listrik, dan juga kompos yang berkualitas baik," tegasnya.

Menurut Kasubid Sarana Peralatan Transportasi LIPI Arifin Nur, proses bioelektrik itu dilakukan sebagai berikut:

Dari setiap kepala keluarga yang memiliki tiga ekor sapi per harinya akan dihasilkan 45 kg kotoran. Selanjutnya, kotoran itu dicampur air dengan perbandingannya 1:2.

Campuran tersebut lalu dimasukkan ke dalam ruang kedap udara yang dinamakan digester berukuran 2 meter persegi. Setelah kira-kira sebulan, lanjut Arifin, dari digester keluarlah gas metan (CH4).

"Gas inilah yang kita sebut sebagai energi biogas. Sayangnya, dengan teknologi sekarang biogas yang dihasilkan dan ditampung dalam plastik polyetilen treptalat baru 60 persen," katanya.

Untuk itu, saat ini LIPI sedang melakukan penelitian supaya gas metan yang dihasilkan bisa mencapai 90 persen. Gas metan tersebut kemudian dialirkan menggunakan pipa paralon ke mesin. Saat inilah biogas dikonversi ke bioelektrik.

Ada dua bentuk biolektrik. Pertama disalurkan ke genset berbahan bakar bensin, yang bisa langsung dimanfaatkan. Kedua ke genset bahan bakar solar, yang dinamakan dual fuel.

"Bioelektrik dual fuel ini dapat menggantikan 70 persen penggunaan bahan bakar solar. 30 persennya solar. Dari satu liter per jam jadi 0,4 liter per jam," tutur Arifin. Kemudian ia melanjutkan, dengan kebutuhan biogas 20 liter/menit pada beban 80 persen, berarti 8 kva (kilovolt ampare), engine membutuhkan biogas sebanyak 20 liter/menit. Atau setara dengan 120 liter/jam.

Diteruskan ke daerah lain

Setelah percontohan di Giri Mekar, menurut Aep, akan diteruskan ke desa-desa terdekat. Sedangkan LIPI berperan sebagai konsultan. "Potensinya, 71 persen penduduk di Kabupaten Bandung adalah peternak sapi. Dan 30 persen kebutuhan susu nasional dipenuhi kabupaten ini," ucapnya.

Untuk itu, ke depan ia berharap masyarakat di desa energinya sudah mandiri. Dan pertaniannya organik, yang pupuknya di dapat dari limbah biogas berbasis kotoran sapi. "Dari sapi yang mereka pelihara, mereka mendapat susunya, listrik, pupuk kompos. Kalau sapi potong, ditambah dapat kulit dan dagingnya," tutur Aep.

Biayanya berapa? Untuk buat reaktor dari fiber dengan kapasitas 2.500-3.000 liter harganya Rp 3,5 juta. Harga segitu sudah mendapatkan satu sistem reaktor, penampung gas, kompor, instalasi sudah terpasang, dan biaya pemasangan.


ONE

http://sains.kompas.com/read/xml/2009/08/14/19420644/lipi.rintis.bioelektrik.di.desa.giri.mekar