VIVAnews - Pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) Fukushima Daiichi, Jepang, bocor paska gempa dan tsunami yang menghantam negeri itu, Jumat 11 Maret 2011.
Deputi Bidang Pengembangan Teknologi Energi Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) Adiwardojo mengatakan, saat terkena gempa, pembangkit nuklir Fukushima sebenarnya sudah berhasil non-aktif secara otomatis. Namun, terjangan tsunami menyebabkan kegagalan generator sistem pendingin.
"Banyak pelajaran bisa diambil dari kecelakaan pembangkit ini," kata Adiwardojo seperti dikutip dalam laman resmi Batan, Rabu 30 Maret 2011.
Menurut dia, pelajaran yang bisa diambil bila Indonesia membangun pembangkit nuklir adalah lokasi. Penentuan lokasi yang tepat dan jauh dari gempa, menurut dia, akan mengurangi risiko ledakan pembangkit.
Selain itu, pembangunan pembangkit harus mengutamakan sistem keselamatan pasif. Keselamatan pasif merupakan sistem keselamatan yang tidak memerlukan kontrol manusia. Bila di mobil, fitur keselamatan pasif adalah kantong udara atau air bag, yang akan berfungsi saat kecelakaan terjadi.
Paska kecelakaan di pembangkit nuklir di Chernobyl, Ukraina, dan Three Mile Island, Amerika Serikat, para ahli nuklir selalu mengembangkan tingkat keselamatan PLTN. "Aspek kegempaan dan aspek lainnya, seperti analisis mengenai dampak lingkungan, harus benar-benar diperhatikan," katanya.
Sementara itu, bencana nuklir di Fukushima menjadi pertimbangan pemerintah terhadap pembangunan PLTN. Pemerintah mengalihkan perhatian tambahan sumber pasokan baru dari energi baru terbarukan.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 5 tahun 2006, pemerintah menetapkan penggunaan sumber energi tanpa nuklir hingga 2025, yaitu minyak bumi 20 persen, gas bumi 30 persen, batu bara 33 persen, sedangkan panas bumi dan bahan bakar nabati masing-masing 5 persen.
Lalu, penggunaan energi baru terbarukan lainnya seperti mikrohidro, biomassa, nuklir, angin, dan surya sebesar 5 persen, serta batu bara yang dicairkan 2 persen. (art)
• VIVAnews
Tidak ada komentar:
Posting Komentar