Tampilkan postingan dengan label Astronom. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Astronom. Tampilkan semua postingan

Minggu, 29 Mei 2011

Astronom Ungkap Peta Alam Semesta

Astronom Ungkap Peta Alam Semesta
Peta ini mencakup 380 juta tahun cahaya, meliputi 45.000 galaksi tetangga Bima Sakti.
KAMIS, 26 MEI 2011, 12:46 WIB
Elin Yunita Kristanti

VIVAnews -- Pernahkah Anda membayangkan seperti apa gambaran alam semesta? Ini mungkin terlalu kompleks. Namun, para astronom Inggris berhasil membuat terobosan: memetakan alam semesta secara tiga dimensi.

Adalah para ilmuwan dari University Portsmouth yang membuat peta 2MASS Redshift Survey (2MRS) yang mencakup jarak 380 juta tahun cahaya, 45.000 galaksi tetangga. Untuk diketahui diameter Galaksi Bima Sakti saja sepanjang 100.000 juta (100.000???) tahun cahaya.

Ini adalah peta alam semesta tiga dimensi yang paling baru dan lengkap -- mengungkap detail terbaru tentang posisi kita di alam semesta.

"Saya berbicara atas keinginan kita semua untuk memahami tempat kita di alam semesta," kata Karen Masters dari University of Portsmouth, seperti dimuat FOXnews, 25 Mei 2011 . Tapi pekerjaan masih panjang. "Saya tak akan gembira jika kita tak punya peta Bumi yang lengkap. (Demikian pula dengan peta semesta), akan menyenangkan bila kita memiliki yang lengkap."

Peta terbaru ini menggunakan data dari Two-Micron All-Sky Survey (2MASS) Redshift Survey (2MRS) yang membutuhkan waktu 10 tahun untuk memindai langit malam, lengkap denan cahaya mendekati inframerah. Survei ini menggunakan dua teleskop di Bumi yang berada di Observatorium Fred Lawrence Whipple, di Mount Hopkins, Arizona dan Cerro Tololo Inter-American Observatory di Chile.

Survei ini juga memetakan secara detail area yang sebelumnya tersembunyi di balik Galaksi Bima Sakti untuk lebih memahami pengaruh gerakan mereka terhadap bagian alam semesta lain. (umi)

• VIVAnews

Jumat, 10 Desember 2010

Astronom Temukan Atmosfir Serupa Bumi

Astronom Temukan Atmosfir Serupa Bumi
GJ 1214b, planet yang memiliki atmosfir itu berukuran 2,7 kali lebih besar dari Bumi.
JUM'AT, 3 DESEMBER 2010, 00:42 WIB
Muhammad Firman

VIVAnews - Sekelompok astronom, termasuk dua asal NASA berhasil mengenali atmosfir sebuah planet super-Bumi bernama GJ 1214b menggunakan teleskop Very Large Telescope yang ada di Paranal Observatory in Chile.

Temuan yang dilaporkan di jurnal Nature tersebut merupakan tonggak sejarah penting menuju kemampuan mendeteksi atmosfir planet serupa Bumi, untuk mencari tanda-tanda kehidupan.

Diperkirakan, planet ini diselimuti lapisan tipis air atau lapisan awan tebal yang berada jauh di atas permukaannya. Jika ia memiliki lapisan tipis air, GJ 1214b diperkirakan mengandung es. Jika awan tebal, kemungkinan planet itu berbatu-batu, serupa Neptunus, meski planet itu berukuran lebih kecil.

“Ini merupakan planet super-Bumi pertama yang terdeteksi memiliki atmosfir,” kata Jacob Bean, astronom NASA dari Harvard-Smithsonian Center for Astrophysics, seperti dikutip dari Nasa, 2 Desember 2010. “Namun, meski telah menggunakan pengukuran baru, kami tetap belum dapat memastikan dari apa atmosfir planet itu terbuat,” ucapnya.

GJ 1214b, pertamakali ditemukan pada Desember 2009, berukuran 2,7 kali lebih besar dari Bumi dan 6,5 kali lebih berat. Ia mengorbit dekat dengan bintangnya yang redup, dengan jarak 0,014 astronomical units atau sekitar 695 ribu kilometer.

Astronomical unit merupakan jarak antara Bumi dan Matahari, yakni sekitar 149 juta kilometer. Mengingat dekatnya jarak antara GJ1214b ke bintang yang ia kelilingi, kemungkinan tidak ada kehidupan di planet tersebut. “Tahun depan, kami baru akan memiliki jawaban pasti seputar apa dan bagaimana sebenarnya planet ini,” kata Bean.


• VIVAnews

Astronom Temukan Atmosfir Serupa Bumi

Astronom Temukan Atmosfir Serupa Bumi
GJ 1214b, planet yang memiliki atmosfir itu berukuran 2,7 kali lebih besar dari Bumi.
JUM'AT, 3 DESEMBER 2010, 00:42 WIB
Muhammad Firman

VIVAnews - Sekelompok astronom, termasuk dua asal NASA berhasil mengenali atmosfir sebuah planet super-Bumi bernama GJ 1214b menggunakan teleskop Very Large Telescope yang ada di Paranal Observatory in Chile.

Temuan yang dilaporkan di jurnal Nature tersebut merupakan tonggak sejarah penting menuju kemampuan mendeteksi atmosfir planet serupa Bumi, untuk mencari tanda-tanda kehidupan.

Diperkirakan, planet ini diselimuti lapisan tipis air atau lapisan awan tebal yang berada jauh di atas permukaannya. Jika ia memiliki lapisan tipis air, GJ 1214b diperkirakan mengandung es. Jika awan tebal, kemungkinan planet itu berbatu-batu, serupa Neptunus, meski planet itu berukuran lebih kecil.

“Ini merupakan planet super-Bumi pertama yang terdeteksi memiliki atmosfir,” kata Jacob Bean, astronom NASA dari Harvard-Smithsonian Center for Astrophysics, seperti dikutip dari Nasa, 2 Desember 2010. “Namun, meski telah menggunakan pengukuran baru, kami tetap belum dapat memastikan dari apa atmosfir planet itu terbuat,” ucapnya.

GJ 1214b, pertamakali ditemukan pada Desember 2009, berukuran 2,7 kali lebih besar dari Bumi dan 6,5 kali lebih berat. Ia mengorbit dekat dengan bintangnya yang redup, dengan jarak 0,014 astronomical units atau sekitar 695 ribu kilometer.

Astronomical unit merupakan jarak antara Bumi dan Matahari, yakni sekitar 149 juta kilometer. Mengingat dekatnya jarak antara GJ1214b ke bintang yang ia kelilingi, kemungkinan tidak ada kehidupan di planet tersebut. “Tahun depan, kami baru akan memiliki jawaban pasti seputar apa dan bagaimana sebenarnya planet ini,” kata Bean.


• VIVAnews

Rabu, 17 November 2010

Misteri Kematian Astronom Abad 16 Diselidiki

Misteri Kematian Astronom Abad 16 Diselidiki
Tycho Brahe adalah pembuat alat pengukur bintang dan planet terakurat.
SELASA, 16 NOVEMBER 2010, 11:10 WIB
Indra Darmawan

VIVAnews - Kuburan astronom terkenal asal Denmark dari abad 16, Tycho Brahe, digali kembali oleh para peneliti untuk memecahkan misteri kematiannya.

Makam Brahe yang terletak di Gereja Tyn Church, Praha Ceko, akan diperiksa kembali oleh tim peneliti internasional yang beranggotakan arkeolog dari Ceko dan Denmark, dokter, pakar kimia, serta antropolog kesehatan.

Mereka akan melakukan pengujian DNA serta diagnostik modern lain untuk mempelajari sebanyak mungkin data tentang kesehatan Tycho Brahe semasa hidupnya.

Brahe adalah astronom besar yang meninggal pada 1601 dan dikenal sebagai pembuat alat pengukuran bintang dan planet yang paling akurat, tanpa bantuan dari teleskop.

"Kami tidak tahu apa yang kira-kira akan kami temukan dan kami juga tidak mengetahui bagaimana tulang-tulang Tyhcho Brahe diawetkan," ujar Jens Vellev, ketua tim peneliti yang berasal dari Aarhus University, kepada Space.com.

Ini juga akan diikuti oleh kru film yang akan mendokumentasikan investigasi terhadap sisa jenazah Brahe.

"Ini adalah kesempatan langka untuk mengikuti kelompok peneliti dari Denmark dan luar negeri untuk mengungkap era Tycho Brahe, kehidupannya, juga kematiannya," kata Anna Elisabeth Jessen, tim dokumentasi dari Danish Broadcasting Corporation.

Penelitian terhadap kehidupan Brahe memang menarik, karena ia adalah sosok ilmuwan yang kehidupannya diwarnai oleh banyak kisah.

Ia dikenal sebagai ilmuwan yang menggunakan hidung porstetik (tiruan) dari perak akibat kehilangan sebagian hidungnya saat berduel di malam gelap.

Semasa hidupnya, Brahe telah mengkatalogkan lebih dari 1.000 bintang, menemukan konstelasi Casiiopeia pada 1527, serta berhasil membuktikan bahwa komet adalah obyek luar angkasa bukan di atmosfer bumi.

Menurut badan antariksa dan penerbangan AS NASA, Brahe juga sempat mempekerjakan ilmuwan terkenal lain, Johannes Kepler, sebagai asistennya.

Kematian Brahe banyak disebut, disebabkan oleh infeksi kandung kemih, gara-gara enggan ke toilet saat menghadiri perjamuan, karena alasan etika kesopanan.

Selang sebelas hari setelah perjamuan, Brahe meninggal. Namun, ada juga yang mencurigai bahwa Brahe diracun karena ditemukan jumlah kadar air raksa yang tinggi di kumisnya.

Penelitian ini sendiri bukan merupakan upaya yang pertama. Sebelumnya, makam Brahe juga sempat dibongkar pada 1901, bertepatan dengan ulang tahun kematiannya yang ke-300, namun hasil penelitian tadi tidak tercatat dengan baik.

"Tidak ada hasil pengukuran data atau foto yang kami dapatkan dari penelitian pada tahun 1901. Hanya ada deskripsi fisik pada tengkorak yang tersisa," kata Vellev.

Pada penelitian kali ini, para peneliti akan mengambil sampel tulang-tulang dan sisa-sisa jenggot Brahe. Tak hanya itu, peneliti juga berharap akan menemukan sisa-sisa baju sutra yang digunakan.

Makam Brahe akan diteliti selama empat hari, sejak Jumat mendatang. Diperkirakan misteri kematian Brahe akan bisa diungkap pada 2011. (umi)

• VIVAnews